Tuhan
memberikan dua telinga dan satu mulut pada kita dengan maksud bahwa kita ini
harus lebih banyak mendengar dari berbicara. Sebelumnya, mari kita hitung proporsi kegiatan mendengar dan
berbicara. Apakah kita lebih banyak
mendengar ataukah berbicara?
Pada
dasarnya kebutuhan manusia yang paling dalam adalah keinginan agar perasaannya
didengar, diterima, dimengerti dan dihargai. Sebelum lebih jauh, saya ingin mengingatkan bahwa komunikasi itu
adalah kegiatan pertukaran informasi yang melibatkan pihak yang berbicara dan
pendengar; kegiatan ini harus berjalan dua arah.Banyak sekali kita membaca atau
mendengar keluhan orang-orang; atau justru kita sendiri yang mengeluh; bahwa
kita merasa sendirian di dunia yang ramai dan hiruk pikuk ini, karena tidak ada
yang mau mendengarkan apa yang kita ucapkan dan rasakan. Hal ini menjadi bukti bahwa ternyata, mendengar
dapat menjadi salah satu hambatan dalam komunikasi. Mendengar merupakan suatu keterampilan yang
sulit untuk dipelajari dan dipraktekkan. Kita cenderung lebih suka untuk berbicara (didengarkan) dari
mendengarkan. Sering kali kita tidak
menyadari bahwa perilaku kita dalam mendengarkan seseorang berbicara sebenarnya
dapat mempengaruhi keinginan lawan bicara kita untuk melanjutkan atau
menghentikan pembicaraannya.
Secara
umum, kegiatan mendengar ini mengikuti empat tahapan penting yaitu memberi
perhatian, elaborasi, merespon dan mengingat. Memperhatikan adalah ketika kita memutuskan untuk mendengarkan
atau memusatkan perhatian pada sesuatu. Elaborasi adalah berusaha mengerti apa yang disampaikan oleh lawan
bicara. Respon yang kita
berikan, seharusnya adalah suatu tanggapan yang berarti.Yang Terakhir,
Mengingat adalah proses menyimpan informasi, kesan, dan pengalaman.
Ternyata
menjadi pendengar saja tidak cukup dalam bersosialisasi dan berhubungan dengan
orang lain. Ada tuntutan yang lebih,
yaitu menjadi pendengar yang aktif, mengingat proses komunikasi adalah suatu
proses yang timbak balik dan sering dalam komunikasi itu diharapkan lahir
sebuah solusi pada sebuah permasalahan. Lalu, yang disebut mendengar aktif itu seperti apa? Menurut berbagai sumber, pada proses mendengar
aktif terpusat pada siapa yang kita dengarkan untuk mengerti apa yang dikatakan
oleh lawan bicara. Sebagai pendengar, kita
kemudian harus mungkin mengulang kembali dengan kata-kata kita sendiri mengenai
apa yang dikatakan lawan bicara tentang perasaan mereka. Ini tidak berarti kita setuju begitu saja,
tetapi cenderung pada mengerti apa yang dikatakan.
Sebetulnya,
kemampuan berkomunikasi yang baik membutuhkan kesadaran diri yang baik. Untuk itu kita direkomendasikan untuk mengenal
diri kita sendiri, berdasarkan tipe kepribadian misalnya. Setiap tipe kepribadian memiliki gaya
berkomunikasi yang khas. Tentunya dengan mengenal
gaya berkomunikasi, kita akan memperoleh penghargaan yang baik dari orang lain. Misalnya, seseorang yang bertipe kepribadian
dominance (dalam pembagian tipe kepribadian DISC), biasanya gaya berkomunikasi
tipe dominan ini adalah 'telling'. Pada tipe ini, mungkin kelemahannya adalah pada saat mendengarkan. Dengan mengetahui kelemahan ini, maka yang
bersangkutan harus banyak - banyak berlatih untuk menahan hasratnya untuk
bicara ketika dia harus mendengarkan lawan bicaranya. Demikian halnya untuk orang yang memiliki tipe
kepribadian influence, compliance atau steadiness.
Mari
kita simak percakapan antara ibu dan anaknya berikut ini.
Anak:
"Aku benci, sebel banget sama Kuncung"
Ibu:
"Eh, kok ngomongnya gitu sih. Nggak bisa sebel sama temen sendiri ".
Anak:
"Abisnya Kuncung bikin aku malu. Masak aku dikatain pelit di depan teman-teman .. "
Ibu:
"Kuncung bilang begitu pasti karena kamu nggak mau berbagi, ya kan? Kebiasaan kamu tuh, nggak mau berbagi sama
temannya. Itulah hukumannya kalau
kamu nggak mau berbagi. Padahal temanmu sering
meminjamkan mainannya ke kamu. Berapa kali Ibu harus
mengingatkan kamu untuk mau berbagi dan nggak bisa pelit? Kalau saja kamu dengerin kata-kata Ibu pasti hal
itu ga akan terjadi. "
Anak:
"Ah, Ibu cerewet .."
Ibu:
"Eh, yang sopan ya kalau ngomong sama Ibumu ..!"
Anak:
"Iya, iya aku yang salah terus, ibu yang benar terus. Ah .. Ibu rese ', nggak pernah ngerti
perasaanku. "
Lalu
bedakan dengan yang ini.
Anak:
"Aku benci, sebel banget sama Kuncung"
Ibu:
"Adik lagi kesel banget ya?".
Anak:
"Abisnya Kuncung bikin aku malu. Masak aku dikatain pelit di depan teman-teman .. "
Ibu:
"Oh ya? Terus gimana?. "
Anak:
"Tadi Kuncung kepengen minjem mainan baruku. Biasanya kan kalo main rame - rame anak-anak pada rebutan, Bu. Padahal aku nggak kepengen mainanku rusak
gara-gara dibuat rebutan sama temen-temen yang lain. Itu kan hadiah dari Ayah, mainan kesayanganku.
"
Ibu:
"Jadi sebenernya kamu nggak bermaksud untuk nggak mau berbagi kan
..?"
Anak:
"Iya, aku maunya tadi kita main sepedahan aja. Lain kali kalau mau main, aku simpan mainanku
dulu, biar nggak pada rebutan, biar mainanku nggak rusak. "
Ibu:
"Ya sudah, kalau begitu besok kalian baikan lagi ya?"
Anak:
"Iya Bu, makasih ya?"
Pada
dialog yang kedua, Sang Ibu menerapkan prinsip mendengar aktif, sehingga anak
merasa Ibunya memahami perasaannya, dan yang terpenting, dia berhasil menemukan
sendiri solusi dari masalahnya.
Dalam
mendengar aktif, ada tahapan, yaitu Mendengar, Bertanya, merefleksikan -
menyatakan ulang, dan Persetujuan. Pada tahap mendengarkan, kita mencoba merasakan muatan emosi dari
kata-kata yang terucap dari lawan bicara, usahakan tetap fokus pada lawan
bicara, dan jangan lupa gunakan pendekatan verbal dan non-verbal. Pendekatan non-verbal ini dapat berupa genggaman
tangan, pelukan, atau usapan di kepala atau punggung (tentunya hal ini tidak
bisa dilakukan jika lawan bicara adalah bukan muhrim kita), atau paling tidak
bahasa tubuh yang menunjukkan bahwa kita memperhatikan setiap kalimat lawan
bicara. Pendekatan verbal dapat
dilakukan dengan mengungkapkan respon mendengarkan aktif dan empatik seperti:
•
Anda kedengarannya ...............
•
Anda tampaknya ................
•
Bagi Anda hal itu pasti seperti ............
•
Itu pasti menjengkelkan .............
•
Jika saya berada dalam posisi Anda, saya akan merasa ...................
•
Dan sebagainya
Kemudian
pada tahap selanjutnya yaitu tahap bertanya, sebaiknya kita menunjukkan bahwa
kita mendengarkan, tahap ini sebenarnya memiliki maksud untuk menggali
informasi, dan melakukan klarifikasi, karena sebagai pendengar kita dituntut
pula untuk menjadi pendengar yang adil dan tidak memihak. Selanjutnya pada tahap merefleksikan, kita
nyatakan kembali dalam bahasa kita apa yang dikatakan lawan bicara, kemudian
nyatakan perasaan kita sebagai tanda bahwa kita berempati, lalu kita coba untuk
membingkai ulang pernyataan lawan bicara. Dalam hal ini, nyatakan inti dari percakapan, hindari bingkai
negatif dan arahkan pembicaraan ke solusi masalah.Terakhir, pada tahap
persetujuan, Dapatkan perhatian lawan bicara pada refleksi kita dan sampaikan
sebuah 'pesan' bahwa sebetulnya solusi sudah dekat!
Kita
tentu ingat dengan kebiasaan kelima pada 7 kebiasaan pribadi yang efektif yaitu
"Seek first to understand, then to be understood". Kita diminta untuk mengerti terlebih dahulu
sebelum akhirnya dimengerti. Mendengar adalah langkah
awal untuk mengerti orang lain dan untuk mengerti, tentunya kita diminta untuk
berempati. Sehingga bisa dikatakan
bahwa inti dari mendengar aktif ini adalah empati.
Untuk
menjadi seorang 'Active Listener', ada beberapa hal yang harus diperhatikan,
diantaranya adalah berikan perhatian, jangan lupakan kontak mata, 'dengarkan'
bahasa tubuh lawan bicara, tunjukkan bahwa Anda mendengarkan dengan
mencondongkan badan ke arah lawan bicara, berikan umpan balik dengan memberikan
pertanyaan yang berarti di saat yang tepat, hindari memberikan penilaian secara
subjektif, jangan menyela dan beri kesempatan lawan bicara menyelesaikan
kalimatnya, dan terakhir, perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin
diperlakukan oleh orang.
Jadi mari kita memfungsikan telinga dan hati kita untuk
menjadi pribadi yang lebih baik dengan mendahulukan mendengarkan dari keinginan
untuk didengarkan.
Karena sebenarnya the
fisrt duty of LOVE is to LISTEN.
salam....
(sumber: 7 habits by Covey, berbagai cerita motivasi)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar