Jumat, 27 April 2012

Fungsikan Dua Telinga dan Satu Hati Kita....


Tuhan memberikan dua telinga dan satu mulut pada kita dengan maksud bahwa kita ini harus lebih banyak mendengar dari berbicara. Sebelumnya, mari kita hitung proporsi kegiatan mendengar dan berbicara. Apakah kita lebih banyak mendengar ataukah berbicara?

Pada dasarnya kebutuhan manusia yang paling dalam adalah keinginan agar perasaannya didengar, diterima, dimengerti dan dihargai. Sebelum lebih jauh, saya ingin mengingatkan bahwa komunikasi itu adalah kegiatan pertukaran informasi yang melibatkan pihak yang berbicara dan pendengar; kegiatan ini harus berjalan dua arah.Banyak sekali kita membaca atau mendengar keluhan orang-orang; atau justru kita sendiri yang mengeluh; bahwa kita merasa sendirian di dunia yang ramai dan hiruk pikuk ini, karena tidak ada yang mau mendengarkan apa yang kita ucapkan dan rasakan. Hal ini menjadi bukti bahwa ternyata, mendengar dapat menjadi salah satu hambatan dalam komunikasi. Mendengar merupakan suatu keterampilan yang sulit untuk dipelajari dan dipraktekkan. Kita cenderung lebih suka untuk berbicara (didengarkan) dari mendengarkan. Sering kali kita tidak menyadari bahwa perilaku kita dalam mendengarkan seseorang berbicara sebenarnya dapat mempengaruhi keinginan lawan bicara kita untuk melanjutkan atau menghentikan pembicaraannya.

Secara umum, kegiatan mendengar ini mengikuti empat tahapan penting yaitu memberi perhatian, elaborasi, merespon dan mengingat. Memperhatikan adalah ketika kita memutuskan untuk mendengarkan atau memusatkan perhatian pada sesuatu. Elaborasi adalah berusaha mengerti apa yang disampaikan oleh lawan bicara. Respon yang kita berikan, seharusnya adalah suatu tanggapan yang berarti.Yang Terakhir, Mengingat adalah proses menyimpan informasi, kesan, dan pengalaman.

Ternyata menjadi pendengar saja tidak cukup dalam bersosialisasi dan berhubungan dengan orang lain. Ada tuntutan yang lebih, yaitu menjadi pendengar yang aktif, mengingat proses komunikasi adalah suatu proses yang timbak balik dan sering dalam komunikasi itu diharapkan lahir sebuah solusi pada sebuah permasalahan. Lalu, yang disebut mendengar aktif itu seperti apa? Menurut berbagai sumber, pada proses mendengar aktif terpusat pada siapa yang kita dengarkan untuk mengerti apa yang dikatakan oleh lawan bicara. Sebagai pendengar, kita kemudian harus mungkin mengulang kembali dengan kata-kata kita sendiri mengenai apa yang dikatakan lawan bicara tentang perasaan mereka. Ini tidak berarti kita setuju begitu saja, tetapi cenderung pada mengerti apa yang dikatakan.

Sebetulnya, kemampuan berkomunikasi yang baik membutuhkan kesadaran diri yang baik. Untuk itu kita direkomendasikan untuk mengenal diri kita sendiri, berdasarkan tipe kepribadian misalnya. Setiap tipe kepribadian memiliki gaya berkomunikasi yang khas. Tentunya dengan mengenal gaya berkomunikasi, kita akan memperoleh penghargaan yang baik dari orang lain. Misalnya, seseorang yang bertipe kepribadian dominance (dalam pembagian tipe kepribadian DISC), biasanya gaya berkomunikasi tipe dominan ini adalah 'telling'. Pada tipe ini, mungkin kelemahannya adalah pada saat mendengarkan. Dengan mengetahui kelemahan ini, maka yang bersangkutan harus banyak - banyak berlatih untuk menahan hasratnya untuk bicara ketika dia harus mendengarkan lawan bicaranya. Demikian halnya untuk orang yang memiliki tipe kepribadian influence, compliance atau steadiness.
Mari kita simak percakapan antara ibu dan anaknya berikut ini.

Anak: "Aku benci, sebel banget sama Kuncung"
Ibu: "Eh, kok ngomongnya gitu sih. Nggak bisa sebel sama temen sendiri ".
Anak: "Abisnya Kuncung bikin aku malu. Masak aku dikatain pelit di depan teman-teman .. "
Ibu: "Kuncung bilang begitu pasti karena kamu nggak mau berbagi, ya kan? Kebiasaan kamu tuh, nggak mau berbagi sama temannya. Itulah hukumannya kalau kamu nggak mau berbagi. Padahal temanmu sering meminjamkan mainannya ke kamu. Berapa kali Ibu harus mengingatkan kamu untuk mau berbagi dan nggak bisa pelit? Kalau saja kamu dengerin kata-kata Ibu pasti hal itu ga akan terjadi. "
Anak: "Ah, Ibu cerewet .."
Ibu: "Eh, yang sopan ya kalau ngomong sama Ibumu ..!"
Anak: "Iya, iya aku yang salah terus, ibu yang benar terus. Ah .. Ibu rese ', nggak pernah ngerti perasaanku. "

Lalu bedakan dengan yang ini.

Anak: "Aku benci, sebel banget sama Kuncung"
Ibu: "Adik lagi kesel banget ya?".
Anak: "Abisnya Kuncung bikin aku malu. Masak aku dikatain pelit di depan teman-teman .. "
Ibu: "Oh ya? Terus gimana?. "
Anak: "Tadi Kuncung kepengen minjem mainan baruku. Biasanya kan kalo main rame - rame anak-anak pada rebutan, Bu. Padahal aku nggak kepengen mainanku rusak gara-gara dibuat rebutan sama temen-temen yang lain. Itu kan hadiah dari Ayah, mainan kesayanganku. "
Ibu: "Jadi sebenernya kamu nggak bermaksud untuk nggak mau berbagi kan ..?"
Anak: "Iya, aku maunya tadi kita main sepedahan aja. Lain kali kalau mau main, aku simpan mainanku dulu, biar nggak pada rebutan, biar mainanku nggak rusak. "
Ibu: "Ya sudah, kalau begitu besok kalian baikan lagi ya?"
Anak: "Iya Bu, makasih ya?"

Pada dialog yang kedua, Sang Ibu menerapkan prinsip mendengar aktif, sehingga anak merasa Ibunya memahami perasaannya, dan yang terpenting, dia berhasil menemukan sendiri solusi dari masalahnya.
Dalam mendengar aktif, ada tahapan, yaitu Mendengar, Bertanya, merefleksikan - menyatakan ulang, dan Persetujuan. Pada tahap mendengarkan, kita mencoba merasakan muatan emosi dari kata-kata yang terucap dari lawan bicara, usahakan tetap fokus pada lawan bicara, dan jangan lupa gunakan pendekatan verbal dan non-verbal. Pendekatan non-verbal ini dapat berupa genggaman tangan, pelukan, atau usapan di kepala atau punggung (tentunya hal ini tidak bisa dilakukan jika lawan bicara adalah bukan muhrim kita), atau paling tidak bahasa tubuh yang menunjukkan bahwa kita memperhatikan setiap kalimat lawan bicara. Pendekatan verbal dapat dilakukan dengan mengungkapkan respon mendengarkan aktif dan empatik seperti:
• Anda kedengarannya ...............
• Anda tampaknya ................
• Bagi Anda hal itu pasti seperti ............
• Itu pasti menjengkelkan .............
• Jika saya berada dalam posisi Anda, saya akan merasa ...................
• Dan sebagainya
Kemudian pada tahap selanjutnya yaitu tahap bertanya, sebaiknya kita menunjukkan bahwa kita mendengarkan, tahap ini sebenarnya memiliki maksud untuk menggali informasi, dan melakukan klarifikasi, karena sebagai pendengar kita dituntut pula untuk menjadi pendengar yang adil dan tidak memihak. Selanjutnya pada tahap merefleksikan, kita nyatakan kembali dalam bahasa kita apa yang dikatakan lawan bicara, kemudian nyatakan perasaan kita sebagai tanda bahwa kita berempati, lalu kita coba untuk membingkai ulang pernyataan lawan bicara. Dalam hal ini, nyatakan inti dari percakapan, hindari bingkai negatif dan arahkan pembicaraan ke solusi masalah.Terakhir, pada tahap persetujuan, Dapatkan perhatian lawan bicara pada refleksi kita dan sampaikan sebuah 'pesan' bahwa sebetulnya solusi sudah dekat!
Kita tentu ingat dengan kebiasaan kelima pada 7 kebiasaan pribadi yang efektif yaitu "Seek first to understand, then to be understood". Kita diminta untuk mengerti terlebih dahulu sebelum akhirnya dimengerti. Mendengar adalah langkah awal untuk mengerti orang lain dan untuk mengerti, tentunya kita diminta untuk berempati. Sehingga bisa dikatakan bahwa inti dari mendengar aktif ini adalah empati.

Untuk menjadi seorang 'Active Listener', ada beberapa hal yang harus diperhatikan, diantaranya adalah berikan perhatian, jangan lupakan kontak mata, 'dengarkan' bahasa tubuh lawan bicara, tunjukkan bahwa Anda mendengarkan dengan mencondongkan badan ke arah lawan bicara, berikan umpan balik dengan memberikan pertanyaan yang berarti di saat yang tepat, hindari memberikan penilaian secara subjektif, jangan menyela dan beri kesempatan lawan bicara menyelesaikan kalimatnya, dan terakhir, perlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan oleh orang.

Jadi mari kita memfungsikan telinga dan hati kita untuk menjadi pribadi yang lebih baik dengan mendahulukan mendengarkan dari keinginan untuk didengarkan. 
Karena sebenarnya the fisrt duty of LOVE is to LISTEN.

salam....

(sumber: 7 habits by Covey, berbagai cerita motivasi)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar